BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Tuesday, April 13, 2010

DARI AQ, KEPADA PARA PEMIMPIN BANGSA..

...

Tuhan, berikan aku hidup satu kali lagi

Hanya untuk bersamanya

Ku mencintainya, sungguh mencintainya

Rasa ini sungguh tak wajar

Namun ‘ku ingin tetap bersama dia

Untuk selamanya…


Bukan hanya The Virgin yang melantunkan lagu indah itu. Justru nyanyian itu kerap keluar dari mulut polos anak usia Sekolah Dasar (SD) yang berdiri di antara para penumpang bus, menggoyangkan tutup botol atau memetik gitar butut sambil bernyanyi dengan nada yang tidak karuan. Setelah itu mereka menyodorkan kantong plastik lusuh ke hadapan penumpang. Setelah recehan demi recehan singgah ke kantong mereka, mereka turun dari bus dengan riang.


Inikah Kemerdekaan yang Utuh?

Kemerdekaan berarti kebebasan; kebebasan yang bertanggung jawab. Kemerdekaan dalam melaksanakan kewajiban, kemerdekaan untuk memperoleh hak.

Hak belajar, mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak, hak bermain dan mengembangkan diri, hak bersosialisasi dengan teman dan lingkungan, hak hidup dengan mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, hak kebebasan dari kekerasan dan diskriminasi. Inilah hak anak. Hal ini dijamin dalam Pasal 28B ayat 2 Undang Undang Dasar 1945, yang berbunyi sebagai berikut.


Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.


Lebih rinci lagi, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memerintahkan kepada negara untuk melindungi anak dengan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Meskipun sudah ada dasar yang jelas tentang hak anak Indonesia, namun dalam pelaksanaannya masih sangat membutuhkan perhatian yang serius. Alasan ekonomi menjadikan para orang tua “buta” akan permasalahan dan pemenuhan hak anak. Anak yang seharusnya menikmati masa belajar dan bermain, sudah dipaksa bekerja keras membantu orang tua. Menjadi pengamen jalanan, atau bahkan peminta-minta. Kadang pekerjaan yang dibebankan tidak sesuai dengan kemampuan mereka, misalnya menjadi kuli panggul ataupun pekerja seksual. Ironis sekali, mengingat bangsa Indonesia telah 64 tahun menapaki kemerdekaan, mengisinya dengan pembangunan, namun justru kemerdekaan anak Indonesia masih dipertanyakan!

Eksploitasi ekonomi oleh oknum orang tua yang tidak bertanggung jawab atau oleh bandar pengamen jalanan melahirkan anak Indonesia yang “bermental tempe”, bermental peminta-minta. Berbagai tindakan pun dilakukan sang anak untuk mendapatkan uang, mulai dari mengamen, mencopet, menodong, bahkan merampok. Anak-anak jalanan yang kehilangan hak, membentuk kelompok-kelompok perusuh di masyarakat, menyikat apa pun yang ada demi materi yang mereka cari.

Masalah eksploitasi tenaga anak belum terselesaikan, lalu muncul masalah baru lagi yakni kekerasan. Secara tidak langsung, tindak kekerasan yang diterima anak merupakan follow up dari eksploitasi ekonomi. Prinsip “Tak ada uang tak ada makan, tak ada uang pukulan bersarang” membuat anak seolah-olah trauma dan takut pulang jika tidak membawa “oleh-oleh”. Mirisnya, para orang tua materialis itu dengan santai mendaratkan pukulan dan tamparan ke pipi anak kandung mereka! Apa akibatnya?

Hubungan anak dan orang tua kian renggang. Hak anak mendapatkan kasih sayang dari orang tua, sirna sudah. Masa kecil yang sehrusnya indah, menjadi suram dan membunuh benih-benih asa di hati mutiara bangsa. Siapa yang salah?

Masalah pun berlanjut, pendidikan dan kesehatan anak Indonesia terabaikan. Apa buktinya? Berdasarkan data pada tahun 2007, anak usia 5-14 tahun berjumlah sekitar 45 juta anak yang hampir 60% tinggal di pedesaan. Ternyata baru 84.1% yang saat itu masih bersekolah, 12.8% belum bersekolah dan 3% tidak bersekolah lagi. Kemungkinan besar anak 5-14 tahun yang belum pernah sekolah sama sekali karena alasan umur anak yang belum bisa ke sekolah, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) ada sekitar 71.4%. Sedangkan anak yang tidak bersekolah lagi kebanyakan karena orangtua mereka tidak mampu membiayai sekolah (55.7%). Inilah alasan yang umum terjadi di dunia pendidikan, ada sebagian rumah tangga yang anaknya tidak bersekolah lagi karena tidak mampu membiayai pendidikan, dan kebanyakan ini terjadi di daerah pedesaan (75%). Sedangkan anak 5-14 yang bisa membaca dan menulis huruf latin sekitar 80.2%, lebih rendah dibanding anak yang masih bersekolah, artinya memang ada siswa yang saat ini belum bisa baca tetapi bisa masuk ke sekolah, kemungkinan besar anak kelas 1 SD.



Berbicara tentang kesehatan, anak usia 5-14 tahun yang menderita sakit sekitar 23.8%, 60% sakit cukup parah dan mengganggu aktivitas sekolah dan lainnya. Anak di daerah pedesaan ternyata lebih mudah sakit dibandingkan anak di perkotaan, hal ini menunjukan bahwa lingkungan dan fasilitas kesehatan juga mempengaruhi kondisi kesehatan terutama bagi anak. Anak-anak ini hampir 75% tidak mendapatkan jaminan biaya kesehatan baik oleh kartu sehat, kartu miskin, Dana Sehat atau pembiayaan dari luar, sehingga jika mereka sakit maka orang tua yang harus membiayai pengobatan mereka. Kemampuan ekonomi sebagian rumah tangga yang kurang membuat anak-anak hanya mendapatkan akses kesehatan yang minim sekali.

. Ini menunjukkan bahwa asas pemerataan pendidikan dan kesehatan terutama bagi anak golongan ekonomi menengah ke bawah masih sangat memprihatinkan. Perhatikan saja sekeliling, bagaimana mungkin anak Indonesia sempat sekolah, jika mereka masih dipaksa bekerja di luar batas kemanunsiaan? Bagaimana mungkin kesehatan anak Indonesia diperhatikan jika para orang tua yang tidak bertanggung jawab itu hanya memperhatikan penghasilan dan mengabaikan anak?

Pada akhirnya, berbagai problematika yang menimpa anak Indonesia akan membentuk kepribadian mereka. Melihat akar permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya dan dibuktikan dengan kondisi riil saat ini, dapat dikatakan bahwa anak Indonesia tengah mengalami krisis moral. Krisis saat inilah yang menjadi bahaya laten bangsa Indonesia sebab krisis ini dialami oleh anak Indonesia yang merupakan aset dan harapan bangsa Indonesia di masa depan. Masuknya arus negatif globalisasi yang didukung oleh perkembangan teknologi serta akses informasi, membawa pengaruh bagi perkembangan anak Indonesia, terutama masalah moral dan etika, “unggah-ungguh”. Pengaruh ini menyentuh berbagai lapisan anak Indonesia, baik golongan ekonomi lemah, menengah, maupun golongan ekonomi atas. Suatu contoh, mudahnya akses informasi via internet memudahkan anak Indonesia menyaksikan lifestyle orang barat, mengadopsinya menjadi landasan berperilaku sehari-hari. Maraknya adegan kekerasan dan pornografi menjadi tontonan anak Indonesia, lalu menjadi tuntunan! Alkohol dan narkotika menjadi pelarian dari aneka permasalahan. Orang tua tak pernah mempedulikan, hanya sibuk dengan harta yang dicari. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2008 menunjukkan ada sekitar 20 ribu anak-anak terpapar karena mengonsumsi narkoba.

Pertanyaannya, ke mana hak anak Indonesia?



Kepada Para Pemimpin Bangsa

Pemilihan umum yang telah berlangsung untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di kursi pemerintahan melahirkan harapan baru bagi masyarakat Indonesia. Harapan akan perbaikan dalam segala bidang, baik ekonomi, kesehatan, hukum, pendidikan, termasuk perbaikan dalam menata, melindungi, dan memenuhi hak serta perlindungan terhadap anak bangsa. Menyadari bahwa anak Indonesia adalah “mutiara” bangsa Indonesia, sudah sepantasnyalah jika mereka mendapatkan hak mereka secara utuh.

Masalah pemenuhan hak anak di Indonesia bukan maslaah sepele. Justru ini adalah masalah nasional yang membutuhkan partisipasi semua warga negara. Mengapa demikian? Sebab anak, generasi muda Indonesia, yang kelak akan menggantikan posisi Susilo Bambang Yudhoyono, Boediono, Sri Mulyani Indrawati, Abu Rizal Bakrie, dan lain-lain. Nasib bangsa Indonesia ke depan akan ditentukan oleh bekal yang diberikan pada generasi mudanya, anak Indonesia, di masa kini.

Kepedulian terhadap nasib anak Indonesia akan melahirkan berbagai gagasan dan ide-ide cemerlang di kalangan masyarakat. Dalam hal ini, para wakil rakyat wajib menjalankan kewajiban mereka untuk mendengarkan, menampung, lalu mewujudkan aspirasi masyarakat. Apalagi berkaitan dengan kehidupan anak Indonesia, memang masih banyak yang harus diperbaiki.

Salah satu langkah awal memperbaiki kehidupan dan pemenuhan hak anak Indonesia adalah melakukan pemetaan terhadap masing-masing permasalahan. Pemetaan tersebut berisi hasil studi kasus terhadap kehidupan anak Indonesia serta data-data yang dibutuhkan. Manfaatnya, setiap problem akan nampak jelas sehingga mempermudah pencarian solusi.

Sampai saat ini, masalah pendidikan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan secara menyeluruh. Masih banyak anak usia sekolah yang kehilangan hak pendidikan mereka, umumnya karena alasan ekonomi. Adanya program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) dan berbagai beasiswa dari pemerintah maupun lembaga masyarakat sangat membantu mengatasi kesulitan biaya sekolah. Namun satu catatan, masih ada pemisah pemenuhan hak anak atas pendidikan, tepatnya kualitas pendidikan, yakni belum ada pemerataan di Indonesia. Coba bandingkan kualitas pendidikan anak di desa dan kota! Tentu sangat berbeda bukan? Faktor geografis memang berpengaruh, namun hendaknya tidak menjadi kendala dalam pemerataan kualitas pendidikan. Pemenuhan hak pendidikan anak Indonesia secara maksimal, adil, dan merata, inilah yang diharapkan bangsa Indonesia. Demikian juga dengan kesehatan. Penyediaan air bersih, obat-obatan, fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, dan penyuluhan kepada para orang tua tentang kesehatan anak akan sangat membantu memperbaiki kesehatan anak Indonesia.

Kehidupan dalam berbangsa dan bernegara didasari oleh Pancasila yang bentuk-bentuk pelaksanaannya dituangkan secara fleksibel dalam UUD 1945. Demikian pula tentang pemenuhan hak anak Indonesia. Pasal 28C UUD 1945 memberikan dasar yang jelas bahwa anak harus diberi ruang lingkup untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri. Saat ini, khususnya di kota-kota besar, banyak sekali didirikan lembaga yang menjadi wadah pengembangan bakat anak Indonesia, misalnya: sanggar-sanggar kesenian, arena pengembangan bakat, ditambah berbagai kompetisi dalam berbagai bidang baik sains, jurnalistik, teknologi, kesenian, maupun olahraga. Semua upaya ini patut diacungi jempol karena memiliki manfaat yang besar. Mengetahui bakat yang dimiliki, anak Indonesia dapat termotivasi untuk senantiasa belajar dan berlatih. Namun PR pemerintah, excellent program ini harus menjamah setiap sudut rumah anak Indonesia.

Selain ruang gerak untuk mengembangkan diri, anak Indonesia juga harus mendapatkan ruang bermain mereka. Salah satu masa indah dalam masa kanak-kanak adalah bermain bersama teman-temannya. Sungguh keterlaluan bila ada orang tua yang tega merampas waktu anak-anak mereka, apalagi untuk menjadi pekerja kasar di usia yang masih sangat dini. Pemberian waktu untuk bermain serta bersosialisasi yang didukung dengan penyediaan tempat bermain yang sehat akan menjadi salah satu sarana penyeimbang otak kanan dan otak kiri anak Indonesia.

Selanjutnya, kontrol. Emosi yang labil, keinginan untuk berpetualang dan mencari jati diri menjadikan anak Indonesia kadang terbuai oleh kilau semu zaman. Berbagai kemudahan yang disediakan justru menjadi bumerang. Krisis moral yang menjadi salah satu masalah serius kehidupan anak Indonesia juga harus diselesaikan oleh semua pihak. Dalam hal ini, program peningkatan iman dan takwa diperlukan guna membentengi mereka dari arus negatif globalisasi yang kian deras. Pelaksanaan berbagai training Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) penting untuk membentuk kepribadian anak Indonesia yang cerdas dan religius. Pengenalan akan rasa nasionalisme dan cinta tanah air serta kebudayaan Indonesia akan membentuk pribadi anak Indonesia yang santun dan patriotis. Pemerintah perlu memperhatikan hal ini serta turut mengontrol perkembangan anak Indonesia, tentu bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga, khususnya lembaga pendidikan.


Stop perdagangan anak!

Maraknya kasus-kasus perdagangan anak baik di dalam negeri maupun di luar negeri merupakan tindak kejahatan yang harus diberantas sampai ke akarnya. Penculikan anak untuk dijual maupun dipekerjakan juga menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Bahkan tindakan mempekerjakan anak di bawah umur sudah termasuk menjual anak, karena didorong rasa materialistis. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membersihkan kejahatan ini. Pihak kepolisian bekerja keras menangkap para pelaku penjualan anak dan hukum pun sepatutnya bertindak tegas mengadili kejahatan yang dilakukan. Masyarakat pun dapat turut serta memberantas kejahatan penjualan anak dengan cara melaporkan kejahatan yang mereka temukan di lingkungan mereka. Di samping itu, kesadaran individu juga mutlak berpengaruh pada perilaku orang tua terhadap anak.

Sebagai bangsa yang hidup di tengah-tengah bangsa lain dan tidak dapat hidup sendiri, bangsa Indonesia mmembutuhkan kerja sama dengan bangsa lain untuk menangani permasalahan yang menimpa. Dalam hal pemenuhan hak anak, Indonesia sudah bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya adalah dengan lembaga Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang khusus menangani kesejahteraan anak, yakni United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF). Bantuan yang diberikan UNICEF pada bangsa Indonesia sangat membantu memperbaiki kualitas anak Indonesia. Kerja sama itu harus senantiasa ditingkatkan baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, pembentukan kepribadian anak, pemenuhan hak dan ruang gerak anak, serta pemberantasan kejahatan terhadap anak, baik penjualan anak maupun eksploitasi yang berlebihan.














Uraian tentang permasalahan anak Indonesia dan saran penyelesaiannya dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram Problematika Anak Indonesia dan Penyelesaiannnya
























Pada akhirnya, wakil-wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan memegang peran penting dalam pemenuhan hak anak Indonesia. Berbagai kebijakan harus ditempuh, dilaksanakan dengan dukungan rakyat. Kesejahteraan anak adalah kesejahteraan bangsa, karena anak Indonesia yang kelak mengantarkan bangsa tercinta menuju gerbang kemakmuran serta kesejajaran dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Bersama penuhi hak anak Indonesia!

Bersama sejahterakan anak Indonesia!


Kutulis dengan hatiku untuk Anak Indonesia

PUSTAKA


Supeno, Hadi. . Sudahkah Anak Indonesia Memperoleh Kemerdekaan?


. . Profil Pendidikan dan Kesehatan Anak Indonesia. Diakses pada September 2009 dari http://andi.stk31.com/profil-pendidikan-dan-kesehatan-anak-indonesia.html


0 comments: